Sumber : Kompas
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah bertekad mendorong investasi pengilangan minyak yang terintegrasi dengan petrokimia. Langkah ini dilakukan untuk memperkuat struktur industri plastik hulu hingga hilir yang sebagian besar bahan bakunya saat ini masih bergantung pada impor.
"Pemerintah mendorong secara maksimal agar investasi besar di bidang pengilangan minyak bisa berlangsung yang sekarang sedang dirundingkan supaya produk-produk turunannya untuk petrokimia juga bisa berjalan," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat di Jakarta, Selasa (10/9).
Dorongan tersebut dilakukan, antara lain, dengan memberikan insentif, seperti keringanan pajak, tax allowance, dan pembebasan bea masuk untuk barang modal.
Hidayat menyampaikan hal itu pada pembukaan pameran produk karet dan plastik di Plaza Pameran Industri Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Berdasarkan data Kemenperin, Indonesia harus mengimpor nafta 1,6 juta ton dan kondensat 33 juta barrel pada tahun 2010. Keduanya merupakan bahan baku industri petrokimia hulu.
Menurut Hidayat, pemerintah juga mendorong investasi industri hulu kimia untuk mengurangi impor bahan baku plastik yang mencapai hampir 10 miliar dollar AS.
Berdasarkan data Kemenperin, terbatasnya kapasitas produksi bahan baku, seperti polipropilena dan polietilena mengakibatkan Indonesia masih harus mengimpor 694.000 ton. Sebagai perbandingan, total kebutuhan bahan baku itu di Indonesia 1,64 juta ton.
Dorongan bagi industri plastik yang merupakan industri petrokimia hilir itu diperlukan karena potensi pasar prospektif, baik untuk domestik maupun ekspor. "Potensi konsumsi produk plastik di Indonesia cukup besar, apalagi konsumsi plastik per kapita Indonesia relatif rendah," kata Hidayat.
Sebagai perbandingan, konsumsi plastik di Indonesia 10 kilogram (kg) per kapita per tahun. Konsumsi ini lebih rendah daripada negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, yang lebih dari 40 kg per kapita per tahun.
Produk plastik banyak digunakan, antara lain, untuk perabot rumah tangga, komponen otomotif, komponen elektronik, kemasan produk makanan dan minuman, kosmetik, dan farmasi.
Saat ini, ada 892 industri kemasan plastik yang tersebar di seluruh Indonesia. Kapasitas terpasang industri kemasan plastik 2,35 juta ton per tahun. Dengan utilisasi 70 persen, produksi rata-rata 1,65 juta ton.
Serapan tenaga kerja di industri plastik pada tahun 2011 sebesar 350.000 orang.
Hidayat mengatakan, prospek industri karet ke depan juga cukup baik seiring bergesernya konsumsi karet dunia dari Eropa dan Amerika ke Asia, terutama China dan India.
"Berbagai produk bernilai tambah tinggi dapat dihasilkan dari karet, termasuk untuk kebutuhan di industri otomotif dan elektronik," ujar Hidayat.
Tenaga kerja yang terserap di perkebunan karet sekitar 2,1 juta orang. Adapun tenaga kerja yang terserap di luar perkebunan sekitar 100.000 orang.
Ketua Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia A Azis Pane mengatakan, produksi ban nasional 54 juta ban per tahun dengan pertumbuhan berkisar 4-7 persen.
"Nilai ekspor ban biasanya 1,2 miliar dollar AS. Tahun lalu cuma 950 juta dollar AS karena faktor ekonomi dan keamanan global. Tahun ini diperkirakan bisa naik lagi menjadi 1 miliar dollar AS," kata Azis.
Azis menuturkan, APBI meminta pemerintah agar mengundang investor bahan baku ban untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini karena 72-75 persen bahan baku ban masih harus diimpor. (CAS)
0 comments:
Post a Comment